Sholawat dalam kitab kuning dan khutbah sering ditulis dan dibaca pada hitungan ketiga setelah Bismillah dan al-Hamdulillah. Nilai yang terkandung tiada lain adalah hanya karena ikut perintah Alloh SWT; “Ya Ayyuha al-Ladzina Amanu Shollu ‘Alaihi wa Sallimu Taslima”. Sholawat mempunyai tiga dimensi; Pertama, sholawat yang datangnya dari Alloh merupakan Rahmat. Rahmat adalah kasih sayang Alloh kepada hambanya yang dikehendaki. Perlawanan dari rahmat adalah laknat yang sudah ditetapkan oleh Alloh kepada Iblis karena kesombongannya. (Tukhfat atTullab: 1)Kedua, sholawat yang datangnya dari malaikat merupakan Istigfar (permohonan ampun). Ketiga, sholawat yang dibacakan oleh manusia mukmin yang merupakan suatu ungkapan tadharru’ dan permohonan doa. Permohonan agar mendapatkan siraman syafaat dari Rosululloh SAW, terutama kelak di padang mahsyar, dimana manusia sa sama bingung dan panik akan keadaan waktu itu yang amatlah menakutkan dari sekian lamanya menunggu hisab dari Alloh SWT. Para Nabi diminta tolong namun mereka tidak berani menghadap kepada Alloh karena kesalahan yang sudah diperbuatnya hingga akhirnya Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir yang bisa menolong manusia pada waktu itu. Syafaat nabi Muhammad inilah yang kemudian disebut dengan Syafaat Al-Udzma. (Tangih al-Qoul: 12).

Nabi Muhammad memberikan syafaat dan manfaat dengan sebab membaca sholawat kepadanya. Namun dalam hal ini tidak pantas bagi seseorang membaca sholawat dengan tujuan mengharap manfaat dan syafaat itu. Tetapi harus berlandaskan mengharap manfaat bagi diri sendiri sebagaimana manfaat akan bertambah dengan mengulangi pekerjaan hukum-hukun syari’at yang di anjurkan. Seperti halnya seorang guru yang mengajarkan manusia tentang hukum dan dia sendiri mengamalkan dan mengajarkan kepada orang lain. Sesungguhnya dia telah menambah manfaat dengan sebab mengulangi perbuatan itu. (Al-Kutub al-Dasuki Fi Sirotut at-Tholibin). Imam alGhazali dalam kitab Minhaj alAbidin, mendefinisikan sholawat sebagai rahmat yang disertai rasa ta’dzim kepada Nabi Muhammad SAW. Hal ini sesuai dengan sabdanya: “Saya adalah paling mulianya orang terdahulu dan sekarang, tapi saya tidak sombong”. (Minhaj al-Abidin: 13).

Membaca sholawat merupakan perintah Alloh SWT, bukan hanya membaca secara lisan melainkan dengan hati, Menghadirkan hati dan memikirkan apa yang dibaca, Membaca sholawat termasuk ibadah yang mudah dan fleksibel. Bisa dibaca pada saat jalan kaki, tidur, haid, nifas, junub dan hal lain yang tidak bisa dilakukan dalam sholat dan ibadah lainnya. (Eccapan Tarjuman: 94). Ciri-ciri orang yang mencitai kekasihnya adalah selalu menyebut nama dan berbuat hal-hal yang berhubungan dengan kekasihnya, begitu juga orang yang mencintai Rosulullah SAW. Sebagai ungkapan cintanya kepada Rosululloh, dia akan selalu menyebut nama Nabi Muhammad SAW. sehingga seakan begitu dekat dengannya. (Tangih alQoul: 12).

Dalam perkembangannya, sudah menjadi tradisi di masyarakat utamanya di pedesaan, ketika tiba bulan Rabi’ al-Awwal, perayaan untuk mengingat dan merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, dikumandangkan dengan suara yang meggemuruh, saling bersahut sahutan satu dengan yang lain, dari satu rumah kerumah yang lain silih berganti dengan berjama’ah membaca sholawat Diba ‘iyyah. Ada juga beberapa kalangan pondok pesantren yang membaca sholawat Simtu ad-Duror. Tradisi ini terus berjalan seiring dengan perkembangan zaman dan mengalami perubahan hingga saat ini, yaitu menggunakan pengeras suara atau spiker, bahkan melalui Televisi dan HP namun tidak mengurangi makna pembacaan sholawat bagi nabi malah semakin membuat masyarakat lebih giat sebagai ungkapan cintanya kepada baginda nabi muhammad SAW.

Hal penting yang perlu mendapat perhatian dari kalangan Alim Ulama’ adalah, bahwa dalam pembacaan sholawat di masyarakat banyak sekali yang tidak memahami makna dan hakikat dari pembacaan sholawat itu sendiri, yang akhirnya menyebabkan kurang khusuk dan tawadu’ sehingga barokah sholawat kurang begitu masuk ke dalam hati, meski sejatinya dalam segi pahala tidak akan berkurang bahkan senantiasa akan ditambah oleh Alloh SWT. Sebagaimana disebutkan oleh al-Hafidz al-Syaroji; “Semua dzikir tidak akan bermanfaat dan tidak akan diterima tanpa hadirnya hati kecuali sholawat yang tetap akan diterima walaupun hati kita tidak hadir”.

Bagi kalangan orang yang sudah faham akan makna dan hakikat dari pembacaan sholawat, la akan khusuk dan tawadu’ serta menginsyafi dan menyimak makna yang terkandung di dalamnya serta mengamalkan makna yang tersirat dalam kehidupan sehari-hari, bahkan akan disyiarkan dan diajarkan kepada orang lain sehingga orang seperti ini akan mendapatkan pahala agung yang tidak seorangpun tahu berapa besarnya kecuali Alloh SWT. (Tangih al-Qoul: 12).

Begitu bumingnya pembacaan sholawat akhir-akhir ini sehingga muncul di sana-sini suatu jama’ah yang menamakan mereka dengan nama pemuda bersholawat, pesantren bersholawat, para haaib bersholawat dan lain sebagainya. Memang memperbanyak pembacaan sholawat amat diharap dan disenangi serta merupakan tradisi ulama salaf. Memperindah dan melantunkan sholawat dengan suara yang bagus sangat diharap agar sesuai dengan perintah Rasululloh SAW.; Idza Shollaitum Alayya Faahsinu as-Sholata. Artinya; “jika kamu membaca sholawat kepadaku maka perbaguslah dalam bersholawat”. Maka sepantasnya kita melestarikan dan membaca sholawat setiap waktu dengan sedikit saja kalimat Allohumma Sholli Ala Muhammad. (Kasyifat as-Saja: 64). Tidak seorangpun tahu tentang keutamaan sholawat, bagi mereka yang tidak suka bersholawat, dia tergolong orang yang meremehkan agama. (irsyad al-ibad: 62).

Keberadaan kegiatan golongan dan jama’ah bersholawat ini amatlah penting bagi masyarakat demi mensyiarkan dan menyemarakkan pembacaan sholawat agar sholawat menjadi rutinitas bacaan keseharian di masyarakat dan sebagai wahana memasyarakatkan pembacaan sholawat sekaligus memberi contoh dan suri tauladan kepada masyarakat. Golongan ini akan mendapat pahala sebanyak orang yang mengikutinya dan sebagai upaya dan usaha berpegang teguh kepada sunnah Nabi yang pahalanya sama dengan pahala dua ratus orang yang mati syahid (Risalah Ahlu asSunnah Wa al-Jama’ah: 23).

Sesungguh-nya perkumpulan masyarakat bersholawat seperti ini tidak diragukan lagi akan manfaatnya, sebagaimana difirmankan oleh Alloh SWT.; Yad Al-lohi fawqa al-Jama’ah. Artinya, pertolongan Alloh akan turun dalam suatu kelompok jamaah. Musuhmusuh terutama syaiton akan lari terbirit-birit apapbila kompak dalam berjama’ah. Sebaliknya, syaiton akan mudah mengadu domba dan memecah belah masyarakat jika tidak kompak. Hal ini pula sesuai dengan pesan Sayyidina Ali RA.; “Inna al-Haqqo yadh’afu bi alIhktilaf wa al-Iftiroq ” Artinya; Sesungguhnya kebenaran akan lemah karena disebabkan perbedaan dan perpecahaan. (AlTibyan: 21).

Memang ada sebagian golongan di luar Faham Ahlussunnah Waljama’ah yang menganggap tradisi membaca sholawat bersama-sama atau berjama’ah dalam masyarakat pada saat bulan Robi’ al-Awwal atau harihari lain merupakan perbuatan bid’ah yang tidak pernah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW. Sesungguhnya anggapan ini adalah salah besar. Bahkan merekalah yang perlu diberi pemahaman dan penjelasan tentang kebenaran ini.

Adapun maksud dan tujuan disemarakan dan disyiarkannya pembacaan sholawat di kalangan masyarakat adalah sebagai upaya menggali pola hidup baginda Nabi, sejarah-sejarah Beliau dan upaya Beliau dalam mensejahterakan umat agar semua pelajaran-pelajaran, perjuangan dan jejak langkah Beliau dalam berdakwah menyebarkan agama Islam selalu diingat, dicontoh dan dijadikan pedoman hidup dalam masyarakat, bangsa dan Negara, sehingga sangat penting disertai penjelasanpenjelasan dan ceramah-ceramah yang menterjemahkannya. Karena Rasululloh SAW. merupakan sumber dari syari’at Agama Islam. (Tuhfah as-Tsaniyah: 12) Disebutkan dalam Hadits Qudsi bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah sumber dari adanya jagad raya dan seisinya ini; “Lawlaka ya Muhammad Lama Kholqtul Aflaq” Artinya, “Andaikan tidak karena kamu Muhammad, niscaya Aku tidak akan menciptakan jagat raya ini”. Maka sepantasnya bagi seluruh ummatnya selalu mensyiar dan menyemarakkan sholawat kapanpun, siapapun dan dimanapun mereka berada.

الله أعلم بالصّواب